POLITIK DAN STRATEGI

New Fall

POLITIK DAN STRATEGI

Obrolan-Masalah-Politik-Indonesia.jpgPengertian politik

Kata Politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya adalah polis,berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri,yaitu negara.Politik (etimologis) adalah segala sesuatu yag berkaitan dengan urusan yang menyangkut kepentingan dari sekelompok masyarakat (negara).

Lihat pos aslinya 513 kata lagi

MANAJEMEN ORGANISASI GERAKAN

Oleh: Yudi2

Ibarat tanaman padi yang ditanam oleh pak tani akan menuai panen yang baik manakala perawatan dan penjagaan di lakukan secara serius dan sunguh-sunguh mulai dari masa tanam hingga tiba waktu panen. ini pun berlaku sama dengan oraganisasi yang kita ikuti hari ini akan menuai sukses, sesuai dengan harapan dan cita-cita bersama akan terwujud manakala angota mengerti organisasi dan tata cara kerjanya kemudian dimanifestasikan dalam bentuk tindakan-tindakan kongkrit di setiap aktifitas harian organisasi
A.Pengertian organisasi
Secara umum organisasi dapat diartikan sebagai alat,wadah untuk memperjuangkan kebutuhan hak anggota (social,ekonomi,politik,idiologi,budaya) yang dibentuk secara rasionil. Terbangunnya sebuah organisasi kerap kali disandarkan pada kebutuhan masa anggota karena terbentuknya organisasi didasarkan atas kesamaan kebutuhan massa anggota,dari sini dapat kita lihat dengan terang bahwa sebuah organisasi entah apapun bentuk organisasinya mesti terdapat ciri pokok organisasi yang mencerminkan bahwa itu organisasi misalnya sebagai berikut:
1. Ada massa anggota
2. Ada program kerja
3. Ada struktur organisasi
4. Ada konstitusi/ aturan-aturan (AD/ART)
Keempat ciri pokok diatas adalah syarat yang mutlak harus ada karena dengan itu sesuatu hal tersebut bisa dikatakan organisasi,lantas setelah semuanya telah ada mulai dari anggota sampai pada aturan-aturan untuk mengatur jalannya organisasi tersebut yang pada prinsipnya kesemuanya itu dijalankan atas dasar kepentingan masa anggota.
Hal tersebut memberikan arti praktis pada kita bahwa selain dilihat secara bentuk/simbolis organisasi dapat juga dilihat dari segi fungsi, misalnya sebagai berikut:
1. Fungsi mendidik masa anggota:
Artinya organisasi ditengah-tengah masa diposisikan sebagi alat untuk memberikan transformasi nilai-nilai terhadap massa luas pada umumnya dan kususnya masa anggota yang sesuai prespektif,garis politik dan asas yang dipakai organisasi dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kesadaran massa
2. Fungsi memperjuangkan kebutuhan,kepentingan masa anggota
Pemahaman yang dapat kita tarik disini adalah organisasi diposisikan sebagai alat yang efektif untuk memperjuangkan kebutuhan masa upaya merubah keadaan masa yang dulunya tidak baik menjadi baik
B.Macam-macam organisasi
Banyak sekali macam organisasi yang pernah ada didunia ini yang tampil dalam dinamika social masyarakat dewasa ini karena organisasi merupakan salah satu diantara sekian banyak gejala social masyarakat didunia dan sering disenyalir sebagai indicator modernitas dalam sejarah kehidupan umat manusia, dari sekian banyak organisasi yang pernah ada pada hakekatnya berperan sebagai pengubah keadaan baik keadan anggota maupun system social di dunia dan dari perjalanan/ praktek organisasi untuk merubah keadaan tersebut kemudian membedakan dari sekian banyak organisasi yang ada,namun secara kongkret perbedaan tersebut tercermin dalam watak,bentuk,sifat dan tahapan pembangunan sebuah organisasi atl:
1.Berdasarkan wataknya
· Progresif& revolusioner
maksudnya disini adalah organisasi yang berwatakkan progresif revolusioner cenderung menghendaki perubahan –perubahan yang lebih maju,lebih kuat,lebih modern dan radikal sehingga menghendaki keadaan yang sudah tidak berhari depan digantikan sesuatu yang lebih baru yang maju dan berhari depan.
· Konservatif reaksioner
secara kongkrit organisasi yang berwatakkan konservatif dan reksioner dapat digambarkan sebagai organisasi yang dimana kecendrungan prakteknya mempertahankan keadaan yang lama atau tidak menghendaki perubahan dan jelas bertolak belakang dengan watak progresif revolusioner.
· moderat oportunis
organisasi yang berwatakkan moderat oportunis dapat kita lihat dalam prakteknya yang tidak mempunyai sikap yang jelas dalam mengambil keputusan dan cenderung mengambil keuntungan dari ketidak kejelasan tersebut namun kecendrungan ketidak jelasan dalam sikap organsasi yang berwatakkan moderat oportunis ini tidak kemudian netral karena ketidak jelasan dalam sikap tersebut diambil keuntungan oleh penguasa hari ini untuk menindas masa
2.Berdasarkan bentuknya
· Ormas
Adalah salah satu bentuk organisasi dimana kecendrungan wilayah perjuangannya menyangkut kebutuhan ekonomi,social,budaya masa, dan didalamnya terdapat masa anggota yang mepunyai hak dan kewajiban yang sama dihadapan organisasi
· . Yayasan
Disebut sebagai yayasan karena kekuasaan terletak pada pendiri yayasan tersebut artinya segala keputusan yang ada di organisasi tipe yayasan sangat bergantung pada pendiri yayasan dan tentu ademokratis.
· Partai
Adalah sebuah tipe organisasi yang yang tertingi dimana keanggotaannya terdapat kesatuan dari kader-kader yang terintegrasikan atas kesamaan kepentingan politik dan bahkan idiologi
3.Berdasarkan Sifat
· Legal
Legal disini mempunyai pengertian bahwa sebuah organisasi diketahui oleh khalayak ramai dan sering kali melakukan agenda terbuka dan masal
· Ilegal
Ilegal disini mempunyai pengertian gerak/praktek organisasi tidak diketahui oleh khalayak ramai program-program organisasi terutup untuk public artinya hanya terbatas pada kalangan anggota saja namun yang perlu diketahui dalam organisasi illegal
adalah kemunculannya dalam system social masyrakat didasarkan atas dasar situasi objekyif yang tidak memungkinkan untuk bergerak secara terbuka/masal dikarenakan situasi tersebut misalkan sering terjadi represif, stabilitas politik cenderung otoriter.
4. Berdasarkan tahapan pembangunan
· Kelompok studi
dalam kelompok studi yang menjadikan ciri khas nya adalah pertama,tentang bentuk kegiatannya adalah diskusi-diskusi dalam upaya memberikan pemahaman terhadap masa akan realitas social dan hak-hak normatifnya sehingga terbangun kesadaran ekonomis dalam diri masa.
kedua, adalah belum adanya sitematika program kerja
· Komite aksi
dimana komite aksi merupakan kelanjutan dari tahapan organisasi kelompok studi yang lahir karena dalam kesadaran masa sudah mulai mengenal taktik perjuangan atas apa yang telah dia ketahui dan pahami akan realitas selama ini yang telah sedikit banyak mengganggu eksistensi masa, ciri khas komite aksi adalah sebagai berikut:
o adanya suprastruktur dan infra sturktur organisasi meskipun dalam usaha penambahan
o adanya programatik kerja yang jelas
o terdapat pembagian kerja dalam menunjang realisasi program kerja
o kepimpinan organisasi diletakkan atas kepemimpinan programatik.
§ Badan persiapan/pekerja serikat
sama halnya yang pernah dialami Indonesia dahulu ketika dalam proses pembentukan republic membentuk sebuah badan persiapan yang pokok pekerjaannya adalah mempersiapkan material-material bangunan republic salah satunya adalah menyiapkan konstitusi hal itupun relative sama yang dimaksud dalam badan persiaapan/pekerja serikat tidak lain bertujuan menyiapkan material(struktur) yang dibutuhkan oleh organisasi mulai infra struktur dan supra struktur.
· Serikat
yang menjadikan ciri sebuah organisasi dikatakan serikat adalah adanya kelengkapan struktur organisasi baik infrastruktur dan suprastruktur dan untuk tata kerja memakai langgam kerja sistem komite dan satu hal lagi untuk bangunan serikat ini merupakan fase tertinggi dari organisasi masa (ORMAS)
Adapun tahapan organisasi yang telah sedikit saya uraikan diatas masing-masing mempunyai keterkaitan dan bertahap sesuai dengan hukum perubahan kwantitatif ke kwalititatif.
C.Struktur organisasi
Pengertian struktur organisasi disini dimaksudkan adalah bagian dalam organisasi yang dalam geraknya tidak dapat dipisahkan artinya terdapat sebuah keterkaitan antar bagian tersebut.
· Infra struktur
maksudnya disini adalah bagian organisasi di dalamnya terdapat hal-hal yang menyangkut sesuatu yang bersifat materiil misalnya:masa anggota,kantor/kesekretariatan,perpustakaan,dll
· Supra struktur
sama seperti infra struktur supra struktur juga merupakan bagian dalam organisasi yang didalamnya terdapat sesuatu yang menyangkut ide-ide,gagasan-gagasan dan kemudian di manifestasikan dalam bentuk misalkan: AD/ART,Program-program,Silabus,GARPOL,dll
Apa yang telah saya uraikan sedikit tentang menejemen organisasi gerakan di atas adalah merupakan suatu hal sifatnya umum dan perlu kemudian untuk dicari kembali tentang bagaimana ketepatan kita dalam memajukan sebuah organisasi di setiap rangkaian aktifitas organisasi secara objektif bukan terkaan subyektif individu dalam organisasi karna subyektivitas akan merusak bangunan organisasi yang hari ini kita bangun dan meminimalisir peluang-peluang sukses bersama.
kalo boleh memiminjam salah satu pernyataan ketua organisasi revolusioner tiongkok tahun 19230-an terhadap bahaya subyektifisme dalam organisasi gerakan,sebagaimana dia mengatakan di bawah ini:
Subyektifisme seperti halnya Rebung digunung runcing ujungnya,tebal kulitnya,kosong isinya
jadi,demikian sedikit keterangan saya tentang menejemen organisasi gerakan yang pada hakekatnya merupakan awalan untuk mengenal tata cara kerja organisasi gerakan dan hal ini menjadi berhasil manakala dengan urain ini bisa merangsang kita untuk lebih mengintegrasikan diri dalam organisasi upaya memajukan SMI kedepan, untuk itu ada kalanya kita melakukan 5 giat: giat diskusi,giat belajar,giat pengorganisiran&konsolidasi,giat bayar iuran dan giat aksi politik di kampus.
Satu pikiran,Satu ucapan,Satu tindakan Dalam memajukan organisasi kedepan
1 Disampaikan dalam pendidikan&pelatihan bersama outklas SMI wilayah IV jatim di panderman tanggal 17 maret 2007
2 anggota SMI cab malang dan mahasiswa jurusan PPKn UM

Kemahasiswaan

Penghayatan makna dimulai dari nama dan kata.


Setiap individu yang mengenyam pendidikan di bangku perguruan tinggi disematkan dengan sebuah titel besar yang disebut ‘mahasiswa’. Masih dibutuhkan beberapa tahun sampai aku bisa memahami kata tersebut secara utuh. Namun, ada sebuah perspektif sederhana yang bisa digunakan untuk menelaah berbagai terminologi identitas kemahasiswaan ini. Kacamata ini sangat sering digunakan, terutama di pelbagai masa orientasi studi perguruan tinggi. Sayangnya, sudut pandang ini kurang diperdalam dan dimaknai, hanya digunakan untuk mempercantik doktrin senior semata.

Ya, etimologi.

Etimologi, menurut kamus kita tersayang, adalah sebuah cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna. Secara sederhana, kita akan mencari tahu bagaimana sebuah makna diberi nama tertentu, atau bagaimana sebuah kata memiliki makna yang sedemikian rupa.

Dalam orasi-orasi yang memekakkan pada inaugurasi mahasiswa baru, selalu digemakan dua kata yang menciptakan kutukan ini: ‘maha’ yang berarti tinggi dan ‘siswa’ yang berarti subjek pembelajar. Disematkannya kata ‘maha’ di depan ‘siswa’ menjadikan setiap pengembannya seorang pelajar tertinggi, juga seseorang yang tidak pernah cukup menuntut ilmu. Untuk itu, setiap mahasiswa hendaknya menjalankan fungsi dan peran dan hocus-pocus yang menyertainya.


Setahun silam, seorang sahabat menceritakanku tentang sebuah rahasia yang mengagitasi hati. Ia memulainya dengan sebuah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh para komandan lapangan:

Apa arti mahasiswa?

Dengan polosnya aku berujar mengenai tetek bengek ajaran para mentor berbaju kuning dulu. Kawanku hanya mengangguk, lalu membombardirku lagi dengan pertanyaan:

Apa arti maha? Apa arti siswa?
Kenapa sampai bisa dinamakan seperti itu?

Aku hampir saja menjawab kebohongan tentang maha dan siswa lagi. Tapi pertanyaan ketiga menyadarkanku bahwa ada maksud yang lebih dari seluruh pertanyaan tersebut, ada sesuatu yang lebih mendasar di sana. Maka dimulailah perjalanan kecilku mencari rahasia dibalik identitas kemahasiswaan, sebuah perjalanan untuk menguak warisan nilai para pencipta setiap kata dahulu kala.


Mahasiswa

Betul adanya bahwa mahasiswa terbentuk dari kata maha dan siswa. Asal kata maha berasal dari bahasa Sansekerta dengan arti yang hampir sama dengan KBBI, yaitu ‘sangat’, ‘besar’, atau ‘mulia’.

Sedangkan kata siswa — menurut hasil yang ditemukan — memiliki dua asal yang berbeda. Yang pertama, kata siswa merupakan serapan dari nama seorang dewa Trimurti dalam agama Hindu, yaitu Siwa. Dewa Siwa adalah dewa pelebur dan pemusnah yang tugasnya menghancurkan segala sesuatu yang telah usang dan tidak berkebaikkan lagi. Sekedar trivia, Ganesa adalah putra dari Siwa.

Asal kata siswa yang kedua adalah dari bahasa Jawa yaitu wasis. Wasis dalam bahasa Jawa adalah orang yang pandai. Maka siswa dimaknakan sebagai orang yang belum pandai, merasa tidak pandai, atau kurang berilmu. Secara sederhana, siswa adalah orang yang belum wasis.


Wisuda

Bagi orang awam, wisuda hanyalah sebuah upacara pelantikan seorang mahasiswa menjadi sarjana ketika dia telah melumat 144 SKS dengan baik. Namun, ada yang lebih dari itu.

Wisuda berasal dari kata Vhisuddha.Vhisuddha adalah titik chakra — titik energi di tubuh manusia — primer kelima dalam tradisi Hindu. Vhisuddha memiliki arti ‘murni yang utama’, sama seperti perannya sebagai titik chakra. Chakra Vhisuddha diketahui sebagai titik pusat pemurnian yang terletak di sekitar leher. Ketika vhisuddha ditutup, maka kita akan membusuk dan mati. Namun jika terbuka, seluruh pengalaman buruk akan berubah menjadi kebijaksanaan dan pembelajaran.


Sarjana

Sama halnya seperti wisuda, kata sarjana cuma jadi mantra sihir di meja interview.Sarjana cuma jadi huruf pelengkap di belakang nama kita. Tapi nenek moyang kita telah mewariskan sebuah nilai yang lebih di dalamnya.

Sarjana berasal dari bahasa Sansekerta yaitu sajjana. Sajjana memiliki arti ‘berwatak baik’, ‘arif’, dan ‘terhormat’. Jaman dahulu, sarjana digunakan sebagai sebutan untuk cendekiawan atau orang pandai. Setiap orang bisa mendapatkan gelar tersebut tanpa harus merogoh kocek diperbudak oleh biaya kuliah.


Jika dimaknai, maka mahasiswa memiliki dua arti: mahasiswa sebagai orang yang seharusnya menghancurkan setiap kejahatan dan hal yang tidak lagi berkenan, serta mahasiswa sebagai orang yang sangat bodoh dan tidak berilmu. Aku secara pribadi memaknai mahasiswa sebagai orang yang sangat bodoh. Sebab, kita memiliki banyak ilmu, banyak aset dan sumber daya, namun kita belum memiliki kearifan untuk menggunakannya dengan baik. Kita justru akan ‘menghancurkan’ hal yang salah, hal-hal yang seharusnya kita selamatkan dan perbaiki. Itulah seorang mahasiswa menurutku.

Yang kita lakukan selama ini di kampus adalah untuk menjadi seorang sarjana. Bukan hanya sarjana yang menyelesaikan pendidikan S1, tetapi sarjana sebagai manusia yang arif, yang mampu menggunakan ilmunya dengan tepat untuk kebaikan semesta. Tentu saja, kita akan terlebih dahulu diwisuda. Bukan wisuda dimana kita diarak naik kuda dengan bendera himpunan, tapi wisuda dimana kita dimurnikan kembali. Supaya kita kembali bersih, supaya setiap pengalaman yang telah didapat ketika menjadi mahasiswa menjadi kebijaksanaan dan pembelajaran yang berarti untuk menjadi sarjana seutuhnya.

Itulah sekiranya bebanmu mengemban titel mahasiswa.

Seluruh informasi dan interpretasi di atas memang tidak bisa dikonfirmasi seluruh kebenarannya, anggap saja itu pendapatku semata. Namun, pemaknaan seperti ini menjadi penting karena inilah nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh orang yang pertama kali menggunakan kata-kata tersebut — setidaknya menurutku.

Tetapi, masih ada satu rantai makna yang hilang.

Bagaimana seorang mahasiswa bisa diwisuda menjadi seorang sarjana?

Mungkin itulah tugas dan hakikat dari perguruan tinggi atau universitas. Dan mungkin itu juga kenapa namanya adalah tri dharma perguruan tinggi, bukan tri dharma mahasiswa, sebab mungkin mahasiswa memang hanya seorang penghancur. Hal ini akan saya bahas di lain waktu.

Pada dasarnya, menjadi sesuatu adalah mengenal sesuatu. Menjadi mahasiswa adalah mengenal mahasiswa. Kebanyakan kita langsung memahami tanpa mengerti dan mengetahui, sehingga makna yang sesungguhnya akan terkaburkan.

Cobalah mengerti sebelum menjadi, Kawan.


Terima kasih kepada oknum B yang telah mengajarkan untuk membenci, membenci untuk mengerti, mengerti untuk menjadi.

Diam

Para Arifbillah yang tidak hanya sekedar mengenal tetapi juga mengerti akan kedudukan/Martabat Allah, tentu mereka itu telah “Karam” pada Lautan “Ahadiyah” Allah ‘Ta’ala. Di dalam ke “Karam” annya itu pandangannya hanya tertuju kepada Allah, baik di muka, di belakang, di kanan, di kiri, atas, bawah, luar dan dalam. Setiap waktunya selalu bersama Tuhannya baik di dalam suka maupun duka, baik dalam keramaian maupun dalam kesendiriannya.

Tidak banyak orang lain mengetahui tentang rahasia di dirinya, walaupun ia senantiasa berkumpul di dalam suatu keramaian tetapi Hatinya hanya bersama Tuhannya. Jiwanya telah merdeka dari segala ikatan-ikatan dunia. Apakah itu pangkat, kedudukan, harta dan segala Atribut-atribut yang lain.

Para pecinta Tuhan telah melepaskan pandangannya baik dari dirinya sendiri maupun kepada yang di luar dari dirinya, menyendiri di dalam kesendirian diri dan diam di dalam Hakikat Tuhannya.

Diriwayatkan Nabi Daud as. Sedang menyendiri di dalam Mihrab, setelah ia hanyut dalam kesendirian itu…

Tuhan berkata : “Hai Daud, sedang apakah engkau?”

Daud as : “Ya Tuhanku sesungguhnya Aku sedang menyendiri dalam kesendirianku”

Tuhan : “Apa yang engkau lihat hai Daud?”

Daud as : “Aku pandang akan diriku dalam Musyahadah bahwa tidak ada Daud yang ada hanya

Aku, dan kupandang lagi lebih dalam ‘tidak ada Aku yang ada hanya Engkau ya Robb”

Tuhan : “Hai Daud! Jika demikian berarti engkau telah “Murtad”, Murtad dari dirimu sendiri”

Engkau telah keluar dari dirimu sendiri sehingga tidak ada lagi yang ada pada dirimu,

Dan Engkau nyatakan yang ada hanya “Aku”. Karena itu Engkau telah masuk kedalam

Ke “DIAM” an Sir/Rahasia-Ku, dan Engkau telah sampai kepada-Ku.

Bagi para penuntut/salik yang berjalan menuju kepada Allah, maka mereka akan melalui beberapa tahapan-tahapan/kedudukan-kedudukan yang mana akhir tahapan itu adalah “DIAM”.

“DIAM” itu adalah suatu Maqom Qodimnya Allah Swt yang mana di sampaikan oleh beberapa Arifbillah dengan Sir/Rahasia/Singgasana Allah Swt.

Dalam sebuah kitab “Ad-Durunnafis”, dikatakan bahwa “DIAM” itu adalah Maqom yang tinggi yaitu Maqom Tuhan Robbul ‘Alamiin pada Singgasana Allah swt.

Di dalam ke “DIAM”an itu Hakikat Muhammad Saw bermaqom, dan dari situlah sumber Kalam Allah yang berbunyi : “Kun” dan “ Fayakun”.

Setiap para Arifbillah di antara para kekasih-kekasih dan Pecinta Sejati Allah, mereka telah sampai kepada Maqom ke “DIAM” an tsb. Maqom yang mengangkat Derajad dan Martabatnya kepada “Insan Kamil Mukamil” dan berkedudukan sebagai Waliyullah yang senantiasa tidak pernah Alfa dari mengingat Allah baik dalam kesendiriannya maupun dalam keramaiannya.

Adapun untuk sampai pada Maqom tsb, tahapan-tahapan yang harus ditempuh dalam pengembaraan Spiritualnya adalah :

  1. Fana Fil Mursyid (Lebur dalam keta’atannya dan kecintaannya kepada Mursyid)
  2. Fana Firrosul (Lebur dalam keta’atannya dan kecintaannya kepada Rosul)
  3. Fana Fillah (Lebur dalam keta’atannya dan kecintaannya hanya kepada Allah Swt)
  4. Baqo’ billah (Terbuka Hijab/Tirai kedirian sehingga Sir/Rahasianya bersatu dengan Kebenaran Allah)
  5. Liqo’ Illah (Bertemu dengan Allah dalam ke “DIAM”annya Allah Swt.

MEMAHAMI JURNALISTIK

(JURNALISTIK DAN FUNGSINYA)
APA yang dimaksud dengan jurnalistik?
Menurut Dja’far H Assegaf (1983), jurnalistik merupakan kegiatan untuk menyampaikan pesan atau berita kepada khalayak ramai (massa), melalui saluran media, baik media cetak maupun media elektronik.
Sementara di dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan, jurnalistik merupakan kegiatan untuk menyiapkan, mengedit dan menulis untuk suratkabar, majalah, atau berkala lainnya.
Pendapat lain mengatakan, jurnalistik adalah ilmu tentang kewartawanan. Dengan kata lain, jurnalistik dapat juga disebut sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana kerja para wartawan atau jurnalis dalam menghasilkan karya-karya jurnalistiknya.
Istilah jurnalistik berasal dari kata “journal” (Perancis) yang berarti suratkabar atau majalah.
Bila aktivitas kegiatan penyampaian pesan atau berita melalui media massa (media pers) itu disebut jurnalistik, maka para pekerjanya disebut jurnalis atau lazim disebut wartawan.
Pers dan jurnalistik adalah dua kata yang sulit dipisahkan. Bahkan banyak pihak yang ‘mencampur-adukkan’ dua istilah itu menjadi satu pengertian yang sama. Hal ini terjadi dikarenakan setiap kali berbicara tentang jurnalistik pasti tidak bias lepas dari pembicaraan tentang pers itu sendiri. Walaupun sebenarnya, membedakan pengertian antara jurnalistik dengan pers bukanlah sesuatu yang sulit.
Jurnalistik adalah bentuk kerja atau hasil kerjanya, sedangkan pers adalah media yang digunakan untuk menyampaikan ‘hasil kerja jurnalistik’ itu.
Akan tetapi mempelajari atau ‘memahami jurnalistik’ sama juga dengan upaya mempelajari maupun ‘memahami pers’ itu sendiri.
Fungsi dan Peran
Pers atau bidang kerja jurnalistik pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai:
1. Pemberi informasi.
2. Pemberi hiburan.
3. Pemberi kontrol (alat kontrol sosial)
4. Pendidik masyarakat.
Pemberi informasi – Fungsi utama pers adalah pemberi informasi atau menyiarkan informasi kepada pembaca (publik). Informasi yang disajikan melalui karya-karya jurnalistik, seperti berita (straight news), feature, reportase dan lainnya, memang sesuatu yang sangat diharapkan publik pembaca, ketika membaca, membeli dan berlangganan media pers. Informasi yang disampaikan pun beragam jenisnya. Tidak hanya sebatas informasi yang berkaitan dengan suatu peristiwa, tetapi juga bersifat ide, gagasan-gagasan, pendapat atau pikiran-pikiran orang lain yang memang layak untuk disampaikan ke publik pembaca.
Pemberi hiburan – Media pers juga punya fungsi untuk menghibur publik pembaca. Menghibur dalam kaitan meredakan atau melemaskan ketegangan-ketegangan pikiran karena kesibukan aktivitas kehidupan. Jadi, informasi yang disajikan media pers tidak hanya berita-berita serius atau berita-berita berat (hard news), tapi juga berita-berita atau karya jurnalistik lainnya yang mampu membuat pembaca tersenyum, dan melemaskan otot-otot pikirannya. Karya-karya menghibur itu bias ditemukan dalam bentuk karya fiksi, seperti cerpen, cerita bersambung, cerita bergambar, karikatur, gambar-gambar kartun, bahkan juga tulisan-tulisan yang bersifat human interest.
Pemberi kontrol (alat kontrol sosial) – Fungsi pemberi kontrol atau sebagai alat kontrol sosial merupakan fungsi penting yang dimiliki pers. Sebagai media penyampai informasi, media pers tidak hanya sebatas menyampaikan atau memberikan informasi yang berkaitan dengan suatu peristiwa, akan tetapi berkewajiban juga menyampaikan gagasan-gagasan maupun pendapat yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Bila ada suatu kebijakan, baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga tertentu, yang dipandang tidak sesuai atau berlawanan dengan kepentingan masyarakat, media pers punya kewajiban untuk mengingatkan. Cara mengingatkannya dilakukan melalui tulisan di tajuk rencana maupun karya jurnalistik lainnya.
Pendidik masyarakat – Fungsi sebagai pendidik masyarakat ini juga merupakan fungsi penting yang disandang media pers. Dalam pengertian yang luas, pers berkewajiban mendidik masyarakat pembacanya dengan memberikan beragam pengetahuan yang bisa bermanfaat bagi peningkatan nilai kehidupan. Sajian-sajian karya jurnalistiknya haruslah mencerahkan dan memberikan tambahan pengetahuan serta wawasan yang luas, sehingga masyarakat memperoleh pemahaman atau pengertian baru tentang kehidupan yang lebih maju dibanding sebelumnya.
Dengan fungsi-fungsinya itu pers memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat. Melalui pengaruhnya, pers (media cetak dan media elektronik) dapat membawa dan menyampaikan pesan-pesan maupun gagasan-gagasan (dikemas dalam karya jurnalistik) yang membangun dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Demikian pula dalam pembangunan di bidang sosial-budaya, atau bentuk-bentuk kehidupan di dalam masyarakat, misalnya dalam mewujudkan terjadinya perubahan sosial atau peralihan masyarakat tradisional ke masyarakat modern, pers dengan pengaruhnya dapat mempercepat proses perubahan sosial maupun peralihan itu.
Pers melalui karya-karya jurnalistik yang disajikannya mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam menciptakan suatu sikap pembaharuan dalam perilaku dan tatanan sosial serta sikap budaya masyarakat. Khususnya dalam memperbaharui pola pikir masyarakat yang tradisional ke pola pikir modern.
Berdasar pada fungsi dan peranannya yang besar itu, Wilbur Schramm (1982), menyebut pers sebagai “Agen Pembaharu”.
Sebagai agen pembaharu, pers dapat memainkan perannya yang besar dalam proses perubahan sosial yang berlangsung dalam suatu masyarakat atau suatu bangsa. Melalui informasi-informasi sebagai hasil kerja jurnalistik yang disajikan kepada masyarakat pembaca (publik), pers dapat merangsang proses pengambilan keputusan di dalam masyarakat, serta membantu mempercepat proses peralihan masyarakaty yang semula berpikir tradisional ke alam pikiran dan sikap masyarakat modern.
Menurut Wilbur Schramm, ada sembilan peranan pers yang sangat membantu terwujudnya proses perubahan di kalangan masyarakat. Sembilan peranan per situ meliputi:
1. Pers dapat memperluas cakrawala pemikiran.
2. Dapat memusatkan perhatian.
3. Mampu menumbuhkan aspirasi.
4. Mampu menciptakan suasana membangun.
5. Mampu mengembangkan dialog tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah politik.
6. Mampu mengenalkan norma-norma social.
7. Mampu menumbuhkan selera.
8. Mampu merubah sikap yang lemah menjadi sikap yang lebih kuat.
9. Mampu sebagai pendidik.
Melihat pada apa yang telah dikerjakan pers selama ini, dalam kaitan menyampaikan berbagai informasi serta gagasan-gagasan mengenai pembangunan kepada masyarakat, terlihat jelas bahwa fungsi dan peranan pers dalam perubahan sosial di tengah masyarakat tidak dapat diingkari.
Pers atau kerja jurnalistik telah memberikan sumbangan yang besar dan amat berharga dalam merubah sikap pandang dan perilaku masyarakat untuk tanggap serta menerima kehadiran teknologi-teknologi baru.
Melalui berbagai karya jurnalistik atau informasi-informasi yang disajikan, pers akhirnya mampu mempengaruhi, merangsang serta menggerakkan masyarakat untuk turut serta terlibat secara aktif dalam beragam gerak dan aktivitas pembangunan di segala sektor.
Pers telah mencoba menempuh berbagai cara untuk ‘masuk lebih jauh’ ke berbagai ragam persoalan kehidupan masyarakat, baik di kota maupun pedesaan. Misalnya, di bidang kesehatan, pers sudah demikian gencar menginformasikan tentang perlunya menjaga kesehatan, menjaga kebersihan dan menghindari penyakit.
Demikian pula di bidang pembangunan hukum, pers tidak pernah berhenti memberitahukan kepada masyarakat tentang bagaimana menghindari kejahatan, bagaimana menghadapi tindak kriminalitas, bagaimana tentang hak maupun kewajiban seseorang di depan hukum, serta tentang ajakan perlunya melawan korupsi.
Bahkan, di dalam pembangunan sektor keagamaan pun, pers memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis. Pers dapat dijadikan sarana dakwah yantg efektif, demi pengembangan dan keberhasilan syiar agama, misalnya syiar agama Islam.
Jadi, pers dapat dijadikan sebagai suatu ‘kekuatan besar’ dalam mempengaruhi, merubah perilaku, dan menggerakkan masyarakat. Terutama dalam menggerakkan masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakann yang positif dan bermanfaat bagi kehidupannya. Sebaliknya juga, pers bias ‘diselewengkan’ untuk menggerakkan masyarakat melakukan tindakan-tindakan yang bersifat destruktif, negatif atau tindakan-tindakan tidak bermanfaat lainnya. (SEA)

Fungsi dan Peranan Pers

Apa Pengertian Pers

Pengertian Pers | Fungsi Pers | Peranan Pers — Berdasarkan Undang Undang tentang Pers No. 40 Tahun 1999, Pengertian Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memiliki, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, gambar dan suara, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media elektronik, media cetak dan segala jenis saluran yang tersedia.
Undang undang sebelumnya tertulis bahwa pengertian pers adalah lembaga kemasyarakatan sebagai alat revolusi yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil, atau alat-alat teknik lainnya (UU No. 11 Tahun 1966).
Lalu bagaimana pengertian pers menurut para ahli

Pengertian Pers Menurut Para Ahli

Pengertian Pers menurut R.Eep Saefulloh Fatah (bahwa pers adalah pilar keempat bagi demokrasi yang memiliki peranan yang penting dalam membangun kepercayaan (trust), kredibilitas, dan bahkan legitimasi pemerintah.
Pengertian pers oleh Frederich S. Siebert dalam bukunya (1956, Four Theories of the Press): Pers adalah semua media komunikasi massa yang memenuhi persyaratan publisistik maupun tidak dan media komunikasi massa yan memenuhi persyaratan publisistik tertentu.
Pengertian pers Menurut Ensiklopedi Pers Indonesiamenyebutkan bahwa istilah pers merupakan sebutan bagi penerbit/ perusahaan/ kalangan yang berkaitan dengan media masa atau wartawan.

Fungsi dan peranan pers menurut Harold D. Lasswell & Charles R. Wright (Keduanya ahli dalam komunikasi media massa) :
a. Fungsi media sebagai alat pengamat sosial (Social Surveillance)
Media massa adalah badan atau lembaga yang seharusnya memberikan dan menyebarkan informasi dan interpretasi (pemahaman) yang objektif terhadap peristiwa peristiwa yang ada disekitar mereka (Social surveillance).
b. Fungsi media sebagai alat korelasi sosial (social correlation)
Media massa seharusnya menyatukan kelompok kelompok sosial yang ada dengan jalan menyalurkan informasi tentang pandangan pandangan yang ada sehingga tercapai suatu konsensus.
c. Fungsi media sebagai alat Sosialisasi (Sosialization)
Media massa seharusnya sebagai alat sosialisasi tentang nilai nilai sosial yang ada dan mewariskannya baik dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dari satu kelompok ke kelompok lainnya.

Fungsi pers dan peranan pers selain ketiga diatas seperti dijelaskan pada beberapa sumber, diantaranya:
a. Media Informasi
b. Media Pendidikan
c. Media Hiburan
d. Media Kontrol Sosial
e. Sebagai Lembaga Ekonomi

Fungsi pers lainnya selain diatas yang paling sering digunakan dan diketahui oleh hampir semua petinggi negara adalah sebagai alat propaganda dan alat pemerintahan untuk mengontrol warga dan penduduk suatu negara.
Sekian artikel tentang pengertian pers, fungsi dan peranan pers.

Jurnalistik menurut para ahli

1. Adinegoro

Dalam buku “Hukum Komunikasi Jurnalistik“ yang diterbitkan pada tahun 1984, Adinegoro mendefinisikan Jurnalistik sebagai sebuah kepandaian dalam hal mengarang (red: menyusun kata) yang tujuan pokoknya adalah untuk memberikan kabar/ informasi pada masyarakat umum secepat mungkin dan tersiar seluas mungkin. Menurut Adinegoro, Jurnalistik mempelajari seluk beluk penyiaran berita, dalam berbagai media pers, termasuk juga dalam teater, film, atau rapat.

2. Muis

Muis berpendapat bahwa cukup banyak definisi tentang jurnalistik, namun secara umum definisi tersebut memiliki kesamaan; yaitu memasukan unsur media massa, penulisan berita, dan waktu yang tertentu (aktualitas).

3. Asep Syamsul M. Romli

Dalam buku “Jurnalistik Dakwah” yang diterbitkan pada tahun 2003, Asep Syamsul M Romli mengemukakan bahwa Jurnalistik merupakan sebuah proses kegiatan dalam mengolah, menulis, dan menyebarluaskan berita dan atau opini melalui media massa.

4. Astrid Susanto

Dalam buku “Komunikasi Massa” yang terbit pada tahun 1986, Astrid Susanto memberikan pengertian Jurnalistik sebagai suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam mencatata dan melaporankan serta menyebarkan informasi kepada masyarakat umum. Informasi yang dimaksud berkenaan dengan kegiatan sehari-hari.

5. W. Widjaya

A.W. Widjaya berpendapat bahwa Jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi ini dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasan; berupa ulasan peritiwa atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual. Penyiaran berita dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya.

6. Djen Amar

Dalam buku “Hukum Komunikasi Jurnalistik” terbitan tahun 1984, Djen Amar mengemukakan bahwa Jurnalistik merupakan suatu kegiatan untuk mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan berita secepat mungkin dan seluas mungkin kepada khalayak. Djen Amar juga mengatakan jurnalistik merupakan usaha memproduksi kata dan gambar untuk dapat mentransfer suatu ide atau gagasan.

7. A.S. Haris Sumadiria, M.Si

Dalam buku “Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional” terbitan tahun 2005, Haris Sumadiria menyatakan pengertian Jurnalistik sebagai suatu kegiatan yang menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita. Dilakukan secara berkala, secepat mungkin dan seluas mungkin dan ditujukan kepada masyarakat umum.

8. Edwin Emery

Edwin Emery berpendapat bahwa dalam jurnalistik selalu harus ada unsur kesegaran waktu (timeliness atau aktualitas). Oleh sebab itu Jurnalis memiliki dua fungsi utama, yaitu untuk melaporkan berita dan untuk membuat interpretasi serta memberikan pendapat berdasarkan berita yang dilaporkannya.

9. Erik Hodgins

Dalam buku “Pengantar Jurnalistik, Seputara Organisasi, Produk dan Kode Etik” terbitan tahun 2004, dikutip bahwa Erik Hodgins bependapat bahwa Jurnalistik merupakan pengiriman informasi, dari suatu tempat ke tempat lain. Pengiriman informasi ini dilakukan dengan benar, seksama, dan cepat dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir yang selalu dapat dibuktikan.

10. Fraser Bond

Dalam bukunya “An introduction to Journalism” yang terbit pada tahun 1961, Fraser Bond menulis: “Jurnalism ambraces all the forms in which and trough wich the news and moment on the news reach the public”. Yaitu bahwa Jurnalistik mencakup semua bentuk cara/ kegiatan yang dilakukan hingga sebuah ulasan/ berita dapat disampaikan kepada publik.

11. Hikmat & Purnama Kusumaningrat

Dalam buku “Jurnalistik, Teori dan Praktik” yang ditulis oleh Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, dikatakan bahwa asal kata Jurnalistik atau jurnalisme adalah Journal, yang berarti catatan harian. Dalam hal ini mengacu pada surat kabar, yang menyajikan catatan mengenai kejadian sehari – hari yang terjadi.

12. Kustadi Suhandang

Dalam bukunya “Pengantar Jurnalistik, Seputar Organisasi, Produk & Kode Etik” Kustadi Suhandang mendefinisikan jurnalistik sebagai sebuah seni dan atau keterampilan dalam mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari. Dilakukan secara indah, untuk memenuhi segala kebutuhan hati nurani pembaca.

13. Leslie Stephen

Leslie Stephen mengemukakan bahwa Jurnalistik merupakan penulisan tentang hal-hal yang penting dan tidak kita ketahui.

14. Ridwan

M Ridwan mengemukakan Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis dalam mengumpulkan, serta mengedit berita yang ditujukan untuk pemberitaan. Baik pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala lainnya. M ridwan juga mengemukakan bahwa selain bersifat ketrampilan praktis, jurnalistik juga adalah sebuah seni.

15. Mac Dougall

Menurut Mac Dougall, Jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta & melaporkan peristiwa.

16. Martin Moenthadi

Jurnalistik atau jurnalisme merupakan pekerjaan kewartawanan untuk mengumpulkan, menulis, mengedit dan menerbitkan berita di dalam surat kabar

17. Onong U. Effendi

Dalam bukunya, “Ilmu, Teoiri dan Filsafat Komunikasi” yang terbit pada tahun 1993, Onong Uchjana Effendy mengartikan Jurnalistik sebagai sebuah tehnik dalam mengelola berita. Mulai dari mendapatkan bahan hingga menyebarkannya kepada masyarakat secara luas. Onong U. Effendi juga mengemukakan bahwa pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal – hal yang bersifat informatif saja.

18. Roland E. Wolseley

Dalam buku “Understanding Magazines” terbitan tahun 1963, Rolland E Wolseley mengemukakan bahwa Jurnalistik mencakup beberapa aktivitas. Seperti mengumpulkan, menuliskan, menafsirkan, memproses, dan menyebar informasi umum juga pendapat pemerhati dan hiburan umum. Dilakukan secara sistematis dan dapat dipercaya sehingga dapat diterbitkan dalam surat kabar, majalah, atau disiarkan melalui statsiun penyiaran untuk menjangkau masyarakat luas.

19. Spencer Crump

Spencer Crump menuliskan: “Journalism covers all mankind’s activities, and challenging to the intellect. Journalism encompasses fields ranging from reporting with words and photographs to editing, and from newspaper to television.” Menurut Spencer Crump, Jurnalistik mencakup aktifitas pelaporan menggunakan kata – kata dan atau foto, hingga proses editing – penyajian pada semua media massa, mulai dari surat kabar hingga televisi.

20. Summanang

Secara singkat Summanang mengartikan Jurnalistik sebagai segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan.

21. Menurut Bahasa:

Secara harfiah (etimologis, asal usul kata), jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.

22. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Jurnalistik adalah kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya. Jurnalistik menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran

23. Ensiklopedi Indonesia

Jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.

24. Leksikon Komunikasi

Jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita dan karangan seseorang melalui surat kabar, majalah, dan media massa lainnya seperti radio dan televisi kepada masyarakat luas.

25. Wikipedia

“Journalism is the craft of conveying news, descriptive material and comment via a widening spectrum of media. These include newspapers, magazines, radio and television, the internet and even, more recently, the cellphone. Jurnalisme merupakan keterampilan dalam menyampaikan berita, deskripsi, komentar, melalui media massa. Meliputi Koran, majalah, radio, televisi, internet (baca: internet sebagai media komunikasi), juga telepon genggam.

26. Wikipedia Bahasa Indonesia

Jurnalisme yang berasal dari kata journal mempunyai arti catatan harian, atau catatan mengenai kegiatan sehari – hari. Dapat diartikan juga sebagai surat kabar.

27. Astrid S. Susanto

Jurnalistik merupakan suatu kegiatan catat – mencatat atau laporan yang disebar dan dilakukan sehari – hari.

Pengertian Jurnalistik Foto Menurut Para Ahli

Berikut beberapa pengertian jurnalistik foto, diantaranya:

28.Wilson Hick

Beliau merupakan seorang redaktur senior dalam majalah ’Life’ (1937-1950). Kemudian, dalam buku World and Pictures, Wilson megungkapkan bahwa jurnalistik foto merupakan media komunikasi verbal dan visual yang hadir di waktu yang sama.

29. Henri Cartier-Bresson

Seorang pendiri agen foto yang populer di dunia. Beliau memiliki teori yang berjudul Decisive Moment. Menurutnya, jurnalistik foto merupakan cara untuk berkisah melalui sebuah gambar, mengabadikannya dengan sebuah kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung dalam waktu bersamaan disaat suatu citra tersebut mengungkap sebuah cerita.

30.Oscar Motulohm

Oscar Motulohm merupakan salah satu fotografer professional. Ia menganggap bahwa kegiatan jurnalistik foto merupakan media penyaji informasi untuk menyampaikan macam – macam pesan dalam bentuk visual kepada masyarakat secara cepat dan luas.

31. Photojournalistic

Sebuah buku terbitan Time life mengungkap bahwa ragam foto yang diabadikan para wartawan adalah sebuah penekanan dari fakta otentik. Foto – foto itu tersebut dianggap lebih bisa menggerakan hati penikmat berita dan menimbulkan sebuah rasa empati.

Pengertian Jurnalistik Online menurut Para Ahli

32. Asep Syamsul Romli

Menurut Beliau, jurnalistik online merupakan generasi ketiga dari jurnalistik secara umum. Jurnalistik online merupakan suatu proses penyebaran informasi yang menggunakan media baru yaitu internet.

33. Wikipedia

Jurnalistik online atau jurnalistik digital adalah bentuk jurnalisme kontemporer (masa kini) yang menyebarkan informasi berupa konten editorial (karya jurnalistik) melalui internet sebagai kebalikan dari publikasi media cetak atau elektronik.

SEJARAH JURNALISTIK dan PERKEMBANGANNYA di INDONESIA

SEJARAH JURNALISTIK DAN PERKEMBANGANNYA

Dalam perkembangan jurnalistik, terkait penentuan jurnalis pertama dan kapan kegiatan jurnalistik pertama dilakukan, para ahli senantiasa merujuk pada Romawi masa Julius Caesar (100-44 SM). Jules meneruskan tradisi raja-raja terdahulu untuk menyiarkan kabar mengenai keputusan senat di papan pengumuman, Acta Diurna. Jules berpikir, walaupun kekuasaannya tanpa batas, ia harus mendapatkan inisiasi dari publik Roma.
Istilah Jurnalis
Sejak saat itu, dikenal istilah Jurnalis yang berasal dari kata diurnalis atau mereka yang menjadi juru tulis senat. Padahal, jika para ahli sains percaya adanya agama, perkembangan jurnalistik sudah ada pada masa sebelum Jules. Misalnya, catatan Eumenes, 363 SM. Ia telah membuat kisah orang-orang ternama masa itu, dari Alexander yang agung sampai Aristoteles. Lebih jauh lagi beribu tahun ke belakang adalah masa Nabi Nuh.
Konon, saat banjir besar menghantam bumi atau berakhirnya zaman es, riak jurnalistik sudah terbangun. Nabi Nuh AS membutuhkan kabar yang akurat dan faktual tentang kondisi daratan. Dikirimlah jurnalis dadakan, namun bisa dipercaya karena memiliki kemampuan “radar magnetis” dan otak kecil alat navigasi di hidungnya. Ya, burung merpati.
Si Merpati barangkali pangkatnya seorang reporter investigasi yang diminta mencari tahu kadar kesurutan air. Merpati terbang berkeliling hingga menemukan ranting zaitun yang menyebul di lautan. Ranting itu dipatuk, lantas dibawa sehingga Nabi Nuh mengetahui kabar akurat mengenai surutnya air.
China
Pada perkembangan selanjutnya, tradisi tulisan berlanjut di China. Surat kabar pertama pun lahir, King Pao. Surat kabar yang mengabarkan titah kaisar. Lantas, jurnalis tulis menulis sedikit surat di zaman kegelapan Eropa walaupun mendapat tempat manis di Asia. Pada masa itu, orang Eropa mengandalkan para penyair dari hall ke hall untuk mengabarkan kisah para raja dan pahlawan.
Perkembangan berarti berlangsung pada abad pertengahan. Yakni, hadirnya mesin cetak. Guttenberg (1450), dengan izin Tuhan, benar-benar merevolusi dunia. Kehadiran mesin cetak telah membawa jurnalisme ke titik 100 persen. Kemudian, lahir media massa pertama di Eropa yang tidak ditujukan untuk para raja semata. Yakni, Gazzeta di Venesia.
Sebagaimana umumnya kota Italia yang menganggap raja atau doge sebagai patron, kota dan para pengurusnya bersikap mandiri. Kemandirian informasi di Venesia inilah yang melahirkan Gazzeta.
Amerika
Di Amerika Utara, perkembangan pers mengikuti sejarah unik penjajahan Inggris pada dataran kolonialnya. Orang kolonial Amerika Utara itu, bahkan, memulihkan nama journalism sebagai kegiatan pencarian berita. Sementara di tanah Inggris sendiri, lahir Oxford Gazzete. Nama newspapper mulai digunakan menggantikan Gazzete yang berbau pizza Italia.
Pada masa awal revolusi Industri, masa Descartes usai mencerahkan Eropa dengan filsafat ilmunya, jurnalistik mulai dipandang sebagai ilmu baru di ranah sosial. Karl Bucher dan Max Weber di Universitas Basel Swiss memperkenalkan cabang baru ilmu persuratkabaran, Zeitungkunde pada 1884.
Di Amerika Utara, lahirlah sekolah beken dalam urusan jurnalis, Columbia School of Journalism pada 1912 oleh Joseph Pulitzer. Pada abad ke-20, kepakaran dan profesi semakin mencair. Ilmu dan teori jurnalisme semakin berkembang, kode etik dilahirkan, teknik pemberitaan diperluas. Nama-nama harum, seperti Hunter S. Thompson, Hearst, atau Tom Wolfe, mengembangkan jurnalisme sebagai teknik dan konglomerasi.

SUMBER: http://forumwartawanindonesia.blogspot.com/2012/01/sejarah-jurnalistik-dan-perkembangannya.html

SEJARAH JURNALISME DI INDONESIA

Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg.

Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.

Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.

Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi kewartawanan. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesiasebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.

Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempomerupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.

Kegiatan kewartawanan diatur dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KP

Jurnalistik Indonesia Sebelum Merdeka

Di Indonesia pers mulai dikenal pada abad 18, tepatnya pada tahun 1744, ketika sebuah surat kabar bernama “Bataviasche Nouvelles” diterbitkan dengan perusahaan orang-orang Belanda. Surat kabar yang pertama sebagai bacaan untuk kaum pribumi dimulai tahun 1854 ketika majalah “Bianglala” diterbitkan, disusul oleh “Bromartani” pada tahun 1885, kedua-duanya di Weltevreden, pada tahun 1856 “Soerat Kabar Bahasa Melajoe” di Surabaya. Sejak itu bermunculanlah berbagai surat kabar dengan pemberitaan bersifat informatif, sesuai dengan situasi dan kondisi pada zaman penjajahan itu.

Sejarah pers pada abad 20 ditandai dengan munculnya koran pertama milik Bangsa Indonesia. Modal dari bangsa Indonesia dan untuk bangsa Indonesia, yakni “Medan Prijaji” yang terbit di Bandung. Medan Prijaji yang dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisuryo alias Raden Mas Djokomono ini pada mulanya, yakni tahun 1907 berbentuk mingguan, kemudian pada tahun 1910 diubah menjadi harian.

Tirto Hadisuryo ini dianggap sebagi pelopor yang meletakkan dasar jurnalistik modern di Indonesia, baik dalam cara pemberitaan, pemuatan karangan, iklan dan lain-lain. Setelah Boedi Oetomo lahir yang diikuti oleh gerakan-gerakan lainnya, baik yang berasaskan kebangsaan maupun yang berdasarkan keagamaan, jumlah surat kabar yang dikelola Indonesia semakin bertambah karena organisasi-organisasi tersebut menyadari bahwa untuk menyebarluaskan misinya diperlukan media massa, yang pada waktu itu hanya surat kabar-lah yang dapat dipergunakan.

Ditinjau dari sudut jurnalistik salah seorang tokoh bernama Dr. Abdoel Rivai dianggap sebagai wartawan yang paling terkenal karena tulisannya yang tajam dan pedas terhadap kolonialisme Belanda. Oleh Adinegoro, Dr. Rivai diberi julukan “Bapak Jurnalistik Indonesia” dan diakui oleh semua wartawan pada waktu itu sebagai kolumnis Indonesia yang pertama.

Jurnalistik Indonesia Pasca Kemerdekaan

Seperti juga di belahan dunia lain, persIndonesia diwarnai dengan aksi pembungkaman hingga pembredelan. Haryadi Suadi mencatat, pemberedelan pertama sejak kemerdekaan terjadi pada akhir 1940-an. Tercatat beberapa koran dari pihak Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dianggap berhaluan kiri seperti Patriot, Buruh, dan Suara Ibu Kota dibredel pemerintah. Sebaliknya, pihak FDR membalas dengan membungkam koranApi Rakjat yang menyuarakan kepentingan Front Nasional. Sementara itu pihak militer pun telah memberedel Suara Rakjat dengan alasan terlalu banyak mengkritik pihaknya.

Pada tanggal 1 Oktober 1945 terbit Harian Merdeka sebagi hasil usaha kaum Buruh De Unie yang berhasil menguasai percetakan. Pada saat revolusi fisik itu jurnalistik Indonesia mempunyai fungsi yang khas. Hasil karya wartawan bukan lagi bermanfaat bagi konsumsi pembaca di daerah pedalaman, tetapi juga berguna bagi prajurit-prajurit dan laskar-laskar yang berjuang diFront. Berita yang dibuat para wartawan bukan saja mengobarkan semangat berjuang membela kemerdekaan, tetapi sekaligus sebagai alat pemukul terhadap hasutan-hasutan pihak Belanda yang disiarkan melalui berbagai media massanya.

Pada tanggal 1 Januari 1950 berlakulah UUD RIS, tetapi pada tanggal 15 Agustus 1950 RIS dibubarkan, dan Indonesia menjadi Republik Kesatuan dengan UUDS. Pada waktu itu yakni waktu pengakuan kedaulatan sampai tahun 1959 yaitu munculnya doktrin demokrasi terpimpin yang kemudian disusul dengan ajaran Manipol Usdek, kebebasan pers banyak digunakan untuk saling mencaci-maki dan memfitnah lawan politik dengan tujuan agar lawan politiknya itu jatuh namanya dalam pandangan khalayak.

Antara tahun 1955 sampai 1958 dengan UU No. 23 tahun 1954 banyak surat kabar yang dibredel, banyak pula wartawan yang ditangkap dan ditahan. Tanggal 1 Oktober 1958 dapat dikatakan sebagai tanggal matinya kebebasan pers Indonesia. Sesudah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, pihak penguasa berturut-turut mengeluarkan peraturan untuk lebih mengetatkan kebebasan terhadap pers. Persyaratan untuk mendapatkan SIT diperkeras. Baru beberapa bulan peraturan itu berjalan, kemudahan lahir peraturan baru yang lebih mempersempit ruang gerak para wartawan yang hendak mengeluarkan pendapatnya dan pikirannya.

Departemen Penerangan mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa surat kabar atau majalah harus didukung oleh suatu partai politik atau tiga organisasi massa. Surat kabar di daerah yang semula masih dibenarkan memakai nama berbeda dengan organ resmi dari induk tempat ia berafiliasi di Pusat harus mengubah namanya sehingga sama dengan organnya di Jakarta. Akibat peraturan itu dapat dibayangkan bagaimana corak jurnalistik Indonesia pada waktu itu, ruang para wartawan dipersempit, keterampilan dikekang, daya pikir ditekan. Tahun 1966 bagi sejarah pers Indonesia merupakan tahun penting karena pada tahun itulah dikeluarkannya UU No. 11 tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers.

Ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas, sejarah perkembangan pers dan jurnalistik Indonesia sejak saat itu menggembirakan dan membanggakan kita. Pada tahun 1988 tercatat ada 263 penerbitan pers, pada tahun 1992 jumlah tersebut meningkat menjadi 277 penerbitan pers.

Jurnalistik Indonesia Zaman Orde Baru

Selama dua dasawarsa pertama Orde Baru, 1965–1985, kebebasan jurnalistik di Indonesia, memang bisa disebut lebih banyak bersinggungan dengan dimensi, unsur, nilai, dan roh ekonomi daripada dimensi politik. Sebagai sarana ekonomi, pers dapat hidup dengan subur tetapi sebagai wahana ekspresi, penyalur pendapat umum, pengemban fungsi kontrol sosial, pers Indonesia dihadapkan pada berbagai pembatasan dan tekanan dari pihak penguasa pusat dan daerah. Orde Baru sangat menyanjung ekonomi namun membenci politik. Sepanjang 1980, fungsi pers masih mengalami penciutan, bersamaan dengan pengetatan pengendalian oleh pemerintah terhadap kegiatan politik dalam masyarakat. Fungsi utama pers sebagai komunikator informasi telah mengalami kemunduran sehingga yang lebih menonjol adalah fungsinya yang lain sebagai sarana hiburan. Pers mengalami kepincangan terutama dalam bidang pendidikan politik.

Kebebasan jurnalistik, kebebasan pers, dalam dua dari tiga dasawarsa kekuasaan monolitik Orde Baru, hanya lebih banyak memunculkan kisah sedih daripada kisah sukses yang sejalan dengan amanat para pendiri bangsa seperti dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 28 UUD 1945. Disebut sebagai era pers tiarap Orde Baru. Hanya dengan tiarap, dengan mengendap-endap pers kita diharapkan bisa tetap bertahan hidup. Strategi inilah yang dipilih sebagian pers nasional untuk meloloskan diri dari jebakan-jebakan kematian. Orde Baru pun akhirnya tumbang pada 21 Mei 1998, lahirlah kemudian apa yang disebut Orde Reformasi.

Jurnalistik Indonesia Zaman Reformasi

Kebebasan jurnalistik berubah secara drastis menjadi kemerdekaan jurnalistik. Terjadi euforia di mana-mana kala itu.

Secara yuridis, UU Pokok Pers No 21/1982 pun diganti dengan UU Pokok Pers No 40/1999. Dengan undang-undang baru dan pemerintahan baru, siapa pun bisa menerbitkan dan mengelola pers. Siapa pun bisa menjadi wartawan dan masuk organisasi pers mana pun. Hal ini ditegaskan pada Pasal 9 ayat (1) UU Pokok Pers No 40/1999, setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. Ditegaskan lagi pada ayat (2), setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.

Kewenangan pers nasional itu sendiri sangat besar. Menurut Pasal 6 Pokok Pers No. 40/1999, pers nasional melaksanakan peranan: (1) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, (2) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan,

(3) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, (4) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhdap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan (5) memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Dalam era reformasi, kemerdekaan pers benar-benar dijamin dan diperjuangkan. Semua komponen bangsa memiliki komitmen yang sama: pers harus hidup dan merdeka. Hidup, menurut kaidah manajemen dan perusahaan sebagai lembaga ekonomi. Merdeka, menurut kasidah demokrasi, hak asasi manusia, dan tentu saja supremasi hukum.

Jurnalistik Indonesia Hari Ini

Setelah mengalami era kebebasan dan kemerdekaan selama sepuluh tahun, pers kembali dihadapkan kepada sesuatu yang dilematis. Di satu sisi, runtuhnya kekuasaan represif Orde Baru membuat dunia pers menikmati masa gemilang dengan kebebaan yang seolah tak terbatas. Namun, di sisi lain, liberalisasi pada akhirnya mengundang kekhawatiran publik.

Apakah pers harus mempertahankan atau mengerem kebebasan yang dimiliki. Dampak-dampak negatif akan bermunculkan dari kebebasan dan industrialisasi pers.

Hal itu terjadi dengan adanya beberapa pers yang tidak menggunakan etika pers atau kode etik jurnalistik dalam melaksanakan kegiatan jurnalisme. Tidak adanya pembatasan yang ketat akan semakin membuat dunia pers terbawa arus liberalisasi. Contoh halnya pada media elektronik seperti televisi. Begitu banyak tayangan-tayangan yang memperlihatkan nilai yang jauh dari kewajaran. Seakan-akan kebebasan pers ini memberikan ruang gerak yang besar untuk bisa mengekspresikan segala hal, baik itu yang positif, terlebih yang negatif.

Teknologi Berpengaruh Besar Terhadap Sejarah Jurnalisme

Kegiatan jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi. Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat, sehinggadeadline penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai munculnya foto di surat kabar.

Pada 1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS menggunakan tinta warna untuk komik dan beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis saat itu.

Pada 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan dengan munculnya televisi.

Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin, proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan komputer di industri media massa.

Memasuki era 1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja. Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks, foto, dan video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun.

Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik multimedia. Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah merambah berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak hanya bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka jalankan, tapi juga dunia internet, dengan space iklan yang tak kalah luasnya.

Setiap pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke berbagai kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki situs berita di internet, yang updating datanya bisa dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi internetnya sama persis dengan edisi cetak.

Sedangkan pada tahun 2000-an muncul situs-situs pribadi yang juga memuat laporan jurnalistik pemiliknya. Istilah untuk situs pribadi ini adalah weblog dan sering disingkat menjadiblog saja.

Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik. Tapi banyak yang memang berisi laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online Journalism Review, J.D. Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita.

Dalam penggunaan teknologi, Indonesia mungkin agak terlambat dibanding dengan media massa dari negara maju seperti Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris. Tetapi untuk saat ini penggunaan teknologi di Indonesia –terutama untuk media televisi– sudah sangat maju. Lihat saja bagaimana Metro TV melakukan laporan live dari Banda Aceh, selang sehari setelah bencana gelombang tsunami melanda wilayah itu. Padahal saat itu aliran listrik dan telepon belum tersambung

Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.

Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia. Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai media komunikasi.

Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia (TVRI) muncul dengan teknologi layar hitam putih.

Di masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembredelan (pemberangusan) media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh nyata dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan (Deppen) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI, pada 1998. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi kewartawanan. Kegiatan jurnalisme diatur dengan Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers.

Sejarah Jurnalistik

Berbagai literatur tentang sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM).

“Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.

Sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis yang digantungkan di serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.

Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.

Berita di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan.

Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).

Dalam sejarah Islam, cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.

Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal.

Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.

Masa Perkembangan
Kegiatan penyebaran informasi melalui tulis-menulis makin meluas pada masa peradaban Mesir, ketika masyarakatnya menemukan tehnik pembuatan kertas dari serat tumbuhan yang bernama “Phapyrus”.

Pada abad 8 M., tepatnya tahun 911 M, di Cina muncul surat kabar cetak pertama dengan nama “King Pau” atau Tching-pao, artinya “Kabar dari Istana”. Tahun 1351 M, Kaisar Quang Soo mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.

Penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak ditemukan oleh Johan Guttenberg pada 1450. Koran cetakan yang berbentuk seperti sekarang ini muncul pertama kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman. Salah satu peristiwa besar yang pertama kali diberitakan secara luas di suratkabar adalah pengumuman hasil ekspedisi Christoper Columbus ke Benua Amerika pada 1493.

Pelopor surat kabar sebagai media berita pertama yang bernama “Gazetta” lahir di Venesia, Italia, tahun 1536 M. Saat itu Republik Venesia sedang perang melawan Sultan Sulaiman. Pada awalnya surat kabar ini ditulis tangan dan para pedagang penukar uang di Rialto menulisnya dan menjualnya dengan murah, tapi kemudian surat kabar ini dicetak.

Surat kabar cetak yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford Gazzete di Inggris tahun 1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London Gazzette dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya untuk pertama sekali dia telah menggunakan istilah “Newspaper”.

Di Amerika Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah “Journalism”. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, Publick Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin Harris.

Pada Abad ke-17, di Inggris kaum bangsawan umumnya memiliki penulis-penulis yang membuat berita untuk kepentingan sang bangsawan. Para penulis itu membutuhkan suplai berita. Organisasi pemasok berita (sindikat wartawan atau penulis) bermunculan bersama maraknya jumlah koran yang diterbitkan. Pada saat yang sama koran-koran eksperimental, yang bukan berasal dari kaum bangsawan, mulai pula diterbitkan pada Abad ke-17 itu, terutama di Prancis.

Pada abad ke-17 pula, John Milton memimpin perjuangan kebebasan menyatakan pendapat di Inggris yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing. Sejak saat itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence).

Di Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis oleh Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama Zeitungskunde tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of Journalism di Columbia University pada tahun 1912 M/1913 M dengan penggagasnya bernama Joseph Pulitzer (1847 – 1911).

Pada Abad ke-18, jurnalisme lebih merupakan bisnis dan alat politik ketimbang sebuah profesi. Komentar-komentar tentang politik, misalnya, sudah bermunculan pada masa ini. Demikian pula ketrampilan desain/perwajahan mulai berkembang dengan kian majunya teknik percetakan.

Pada abad ini juga perkembangan jurnalisme mulai diwarnai perjuangan panjang kebebasan pers antara wartawan dan penguasa. Pers Amerika dan Eropa berhasil menyingkirkan batu-batu sandungan sensorsip pada akhir Abad ke-18 dan memasuki era jurnalisme modern seperti yang kita kenal sekarang.

Perceraian antara jurnalisme dan politik terjadi pada sekitar 1825-an, sehingga wajah jurnalisme sendiri menjadi lebih jelas: independen dan berwibawa. Sejumlah jurnalis yang muncul pada abad itu bahkan lebih berpengaruh ketimbang tokoh-tokoh politik atau pemerintahan. Jadilah jurnalisme sebagai bentuk profesi yang mandiri dan cabang bisnis baru.

Pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita pelopor yang masih beroperasi hingga kini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis).

Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst.

Ciri khas “jurnalisme kuning” adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu: meningkatkan penjualan! Namun, jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.

Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang. Namun, para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial.

Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme profesional.

Teknologi Informasi
Kegiatan jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi. Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat, sehingga deadline penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai munculnya foto di surat kabar.

Pada 1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS menggunakan tinta warna untuk komik dan beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis saat itu.

Pada 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan dengan munculnya televisi.

Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin, proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan komputer di industri media massa.

Memasuki era 1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja. Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks, foto, dan video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun.

Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik multimedia. Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah merambah berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak hanya bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka jalankan, tapi juga dunia internet, dengan space iklan yang tak kalah luasnya.

Setiap pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke berbagai kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki situs berita di internet, yang updating datanya bisa dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi internetnya sama persis dengan edisi cetak.

Sedangkan pada tahun 2000-an muncul situs-situs pribadi yang juga memuat laporan jurnalistik pemiliknya. Istilah untuk situs pribadi ini adalah weblog dan sering disingkat menjadi blog saja.

Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik. Tapi banyak yang memang berisi laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita.*

Referensi:
1. Assegaff, 1982, Jurnalistik Masa Kini: Pengantar Ke Praktek Kewartawanan, Jakarta, Ghalia Indonesia.
2. Muis, A. 1999, Jurnalistik Hukum Komunikasi Massa, Jakarta: PT. Dharu Annutama.
3. Kasman, Suf. 2004, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Da’wah Bi Al-Qalam dalam Al-Qur’an, Jakarta, Penerbit Teraju
4. Romli, Asep Syamsul M. 2005, Jurnalistik Terapan: Pedoman Kewartawanan dan Kepenulisan, Bandung, Batic Press
5. Suhandang, Kustadi. 2004, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik. Bandung, Penerbit Nuansa.
6. Sumadiria, AS Haris. 2005, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung, Simbiosa Rekatama Media.